kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investor agresif, dana kelolaan semakin masif


Rabu, 27 Mei 2015 / 08:31 WIB
Investor agresif, dana kelolaan semakin masif
ILUSTRASI. Cara Membuat Grup WhatsApp (WA), Menambah Anggota dan Menjadikan Admin di HP Android


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Yudho Winarto

JAKARta. Hingga pertengahan Mei lalu, dana kelolaan industri reksadana kembali mencetak rekor tertinggi. Koreksi pasar modal pada akhir April lalu memacu investor reksadana menambah kepemilikan unit penyertaan alias top up.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per 15 Mei 2015, total dana kelolaan reksadana mencapai Rp 262,85 triliun. Artinya, ada penambahan sebanyak Rp 6,07 triliun atau 2,36% dibandingkan akhir bulan April lalu, senilai Rp 256,78 triliun.

Tak hanya itu, selama dua pekan di bulan Mei, jumlah unit penyertaan (UP) juga bertambah 1,35% menjadi 162,04 miliar.

Adapun, dibandingkan akhir tahun lalu, jumlah dana kelolaan reksadana sudah naik 8,81%, dengan pertumbuhan UP mencapai 13,53%.

Hingga pertengahan Mei ini, pertambahan dana kelolaan terbesar terjadi pada jenis reksadana saham, yaitu sebaesar Rp 5,52 triliun, naik 5,34% dibanding akhir April lalu. Urutan kedua ditempati reksadana pasar uang dengan tambahan dana masuk senilai Rp 610 miliar.

Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan,  kenaikan nilai aset dasar memberi andil terhadap peningkatan dana kelolaan reksadana. Namun, dengan ikut bertambahnya unit penyertaan ada indikasi investor lebih agresif masuk ke reksadana.

Menurutnya, saat pasar terkoreksi pada akhir April lalu, manajer investasi (MI) dan Agen Penjual Efek Reksadana (APERD) terlihat sangat gencar mempromosikan kepada  investor untuk menambah saldo reksadana (top up). "MI bilang ke investor, saat yang tepat untuk menambah unit penyertaan di saat harga saham sedang murah," tuturnya. Alhasil, nilai dana kelolaan reksadana saham naik cukup signifikan hanya dalam waktu dua pekan.

Di saat bersamaan, MI juga melihat peluang memoles kinerja reksadana saham dengan membeli efek saham berkapitalisasi besar (big caps) pada harga murah menggunakan dana segar dari investor yang melakukan top up. "Saham big cap dipilih karena MI paham betul saham-saham ini akan naik duluan jika pasar saham telah pulih," ujar Parto.

Direktur Trimegah Asset Management Sjane Like membenarkan investor memanfaatkan koreksi pasar untuk top up. Menurutnya, kebanyakan investor ritel masuk ke reksadana saham. Meski tidak tahu persis nomimal pertambahan dana,  ia mengklaim, kenaikan sangat signifikan dibandingkan hari biasa.

Sjane mengakui, ada sejumlah investor institusi yang melakukan penjualan kembali alias redemption. Namun sejak awal Mei ini, jumlah akumulasi subscription investor ritel masih lebih besar ketimbang redemption. "Agresivitas investor ritel top up di reksadana saham masih berlangsung hingga kini," ujarnya.

Lebih hati-hati

Namun, tidak semua MI mudah menjual produk pasca koreksi pasar modal. Direktur Utama Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengaku bahwa justru pasca pasar koreksi, pihaknya  mulai kesulitan menjual reksadana.

Menurutnya, sejumlah investor masih dibayangi kepanikan perlambatan ekonomi pada kuartal I. "Di samping itu kami masih berpandangan netral. Belum sampai ke tahap optimistis melihat kondisi fundamental ekonomi tahun ini," ujar Edward

Kata Parto, memang ada investor yang masih khawatir terhadap dampak perlambatan ekonomi kuartal I, sehingga enggan top up atau lebih berhati-hati.

Parto memperkirakan, kenaikan dana kelolaan reksadana sejalan dengan kenaikan nilai aset dasar. Misalnya, di pengujung tahun ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai level 5.850, atau naik 12% year to year, (yoy), maka total dana kelolaan reksadana juga akan tumbuh sekitar 12% sepanjang tahun 2015.                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×