kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks sektor perkebunan paling jeblok


Jumat, 11 Agustus 2017 / 21:09 WIB
Indeks sektor perkebunan paling jeblok


Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Kinerja saham sektor perkebunan berada pada posisi paling bawah. Hingga Jumat (11/8), indeks saham sektor ini turun 6,76% year to date (ytd). Dilihat dari kontribusi masing-maisng emiten, enam saham mencatat kenaikan harga, satu saham stagnan, dan 11 sisanya justru mencatatkan penurunan harga.

Emiten yang menunjukkan kenaikan harga saham antara lain JAWA, TBLA, SSMS, PALM, SGRO, dan SIMP. Sementara itu, tiga emiten dengan penurunan harga saham paling rendah adalah DSFI turun 21,52%, BISI turun 21,84%, dan UNSP turun 68%.

Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, indeks saham sektor agri tertekan karena tren turunnya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). “Memang karena agri kita CPO semua, yang kita perhatikan CPO sebagai patokan sektor agri,” tutur Hans.

Menurut Hans, harga CPO international sedang bergerak turun. Di semester I tahun ini, cuaca cenderung membaik, akibatnya harga CPO turut tertekan. "Tahun lalu CPO sempat naik, RM 3.300 itu terkait el nino dan el nina ya, cuaca yang ekstrim membuat harga CPO naik ke atas," kata Hans.

Analis Indosurya Mandiri Securities William Surya Wijaya sepakat, harga CPO memang membawa pengaruh utama. "Ditambah lagi perlambatan di sektor riil. Karena itu akan menurunkan sisi konsumtif, Sedangkan CPO banyak dipakai direct consumer seperti consumer good dan lainnya," ujar Wiliam.

Selain itu, menurut Wiliam pelemahan daya beli turut mempengaruhi. Hal ini berimbas pada perkebunan karet yang hasilnya akan digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya produksi ban. "Agri ini kedepan pastinya akan ada peningkatan. Ini lebih banyak tergantung cuaca, kecuali bagi yang bisnis karet, akan lebih terbantu peningkatan sektor manufaktur," tutur William.

Meski ada perbaikan produksi oleh perusahaan, Hans melihat bahwa dominasi pengaruh harga CPO global masih kuat. Namun, Hans memprediksikan harga CPO di semester II akan ada perbaikan naik di atas RM 3.000 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×