kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,08   6,72   0.72%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga nikel berpotensi menuju US$ 13.000


Sabtu, 21 Oktober 2017 / 14:05 WIB
Harga nikel berpotensi menuju US$ 13.000


Reporter: Nathania Pessak | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan permintaan dari sektor industri baja di China berhasil mengerek harga nikel. Harga komoditas ini masih berpeluang menguat hingga akhir tahun. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (19/10), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) melambung 0,77% menjadi US$ 11.740 per metrik ton. Dalam sepekan, harganya melesat 3,02%. "Memang, permintaan nikel dari industri baja China meningkat, sehingga membuat harga naik," kata Andri Hardianto, Research & Analyst Asia Tradepoint Futures, Jumat (20/10). 

Kenaikan produksi mobil listrik menjadi salah satu sentimen positif bagi harga nikel. Maklum, nikel dibutuhkan sebagai bahan dasar baterai. Sehingga, peningkatan produksi mobil setrum ikut mendongrak harga nikel. 

Dari sisi pasokan, International Nickel Study Group (INSG) menyebutkan, terjadi defisit nikel selama Agustus lalu hingga mencapai 6.700 ton. 

Itu sebabnya, Andri meramalkan, hingga akhir tahun nanti, harga nikel masih berpeluang bullish di kisaran US$ 13.000 per metrik ton. "Rencana belanja infrastruktur China akan dijalankan. Ini akan menyokong harga nikel dan juga harga komoditas lain," ujar Andri. 

Namun, Andri mengingatkan investor untuk tetap mewaspadai pergerakan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS). Maklum, sejumlah kebijakan moneter negeri uak Sam bisa mengangkat pamor dollar AS. Misalnya, kebijakan normalisasi aset, kenaikan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed), serta reformasi pajak. Biasanya, saat dollar AS menguat, harga komoditas tergerus. 

Fokus pelaku pasar juga tertuju pada pertumbuhan ekonomi negeri tembok raksasa yang melambat. Ekonomi China yang loyo bisa jadi katalis negatif bagi nikel. 

Selain itu, pasar juga tetap harus mencermati produksi dan permintaan nikel. Pada Juli dan Agustus lalu terjadi peningkatan defisit pasokan nikel sampai 1.000 ton. "Tinggal tunggu bulan September dan Oktober, apakah akan ada kenaikan atau penurunan defisit," imbuh Andri. 

Secara teknikal, Andri melihat, indikator moving average (MA) 50, MA100, dan MA200 mengindikasi sinyal beli. Begitu juga dengan indikator relative strength index (RSI) dan moving average convergence divergence (MACD) yang juga memberikan sinyal beli di area 68 dan 209. Namun, stochastic sudah berada di area 83,5 yang menunjukkan overbought. 

Andri memprediksikan, Senin (23/10), nikel akan melanjutkan penguatan di rentang US$ 11.500–US$ 11.800 dan sepekan di US$ 11.350–US$ 11.950 per metrik ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×