kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emiten Grup Bakrie mulai benahi bisnis


Senin, 05 Maret 2018 / 21:37 WIB
Emiten Grup Bakrie mulai benahi bisnis
ILUSTRASI. Energi Mega Persada Tbk ENRG


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten Grup Bakrie mulai berbenah. Tak mau menunggu lama, sejumlah entitas usaha mulai mengambil langkah ekspansi meski proses restrukturisasi belum sepenuhnya usai.

Contoh, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Perusahaan sudah menyelesaikan tagihan sekitar US$ 30 juta melalui skema konversi utang ke saham atawa debt to equity swap. Sembari menuntaskan sisa kewajiban jangka panjang dan pendek, ENRG tak mau ketinggalan peluang bisnis.

Perusahaan bakal menggenjot produksi gas Blok Bentu di Riau. Produksinya akan ditingkatkan 50 juta kaki kubik per hari dari sebelumnya 46 juta kaki kubik per hari. Sehingga, total produksi gas Blok Bentu akan menjadi 96 juta kaki kubik per hari.

Hal itu menyusul kontrak penjualan gas sebesar 56 miliar kaki kubik untuk Pertamina pada Januari lalu. Namun, ENRG belum bisa menikmati pemasukan atas eskalasi distribusi ini. "Peningkatan produksinya baru terjadi pada Januari 2019," ujar Investor Relation ENRG Herwin Hidayat kepada KONTAN, belum lama ini. Sebagaimana diketahui, kontrak kerja sama tersebut dimulai pada 2019 dan berakhir pada 2021.

Sedikit gambaran, kontrak penjualan itu menggunakan acuan harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). "Harga jualnya 11,5% dari harga ICP," imbuh Herwin.

Misal, harga minyak ICP pada 2019 ada di level saat ini, yakni sekitar US$ 65 per barel, maka harga jual gas ENRG ke Pertamina sebesar US$ 7,47 per million metric british thermal unit (MMBTU).

BRMS juga bakal mengambil langkah serupa setelah menyelesaikan sejumlah proses restrukturisasi. Bahkan, dibanding ENRG, proses restrukturisasi hingga US$ 230 juta sudah dilakukan sejak Mei 2017.

Satu urusan selesai, BRMS mulai berekspansi. Perusahaan bakal segera menambang tambang emas Poboya di Palu. Herwin bilang, dengan asumsi harga emas di level US$ 1.300 per ons troi, pendapatan kotor dari tambang tersebut bisa mencapai US$ 100 juta per tahun.

Tapi, dengan tiga asumsi. Pertama, harganya stabil di level itu. Kapasitas produksinya juga penuh sebesar 80.000 ons per tahun. Satu hal yang paling penting, pendanaan. BRMS perlu dana US$ 150 juta supaya bisa menambang tambang tersebut.

"Konstruksi akan dimulai setelah pendanaan tersedia sehingga tambang dapat mulai beroperasi 2020 dan operasi penuh 18 bulan kemudian," jelas Herwin.

Sejumlah emiten sudah mulai gencar berekspansi. Namun, tak sedikit yang juga masih mengurusi utangnya. BNBR salah satunya. Tahun lalu, perusahaan telah merestrukturisasi utang setidaknya sekitar Rp 1 triliun. Tahun ini, manajemen menargetkan utang sekitar Rp 2,5 triliun lagi yang bakal direstrukturisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×