kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis konglomerat tetap berjaya


Senin, 30 Maret 2015 / 06:06 WIB
Bisnis konglomerat tetap berjaya
ILUSTRASI. Obat trigiliserida tinggi.


Reporter: Dina Farisah, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Mayoritas emiten saham di bawah grup konglomerasi bisnis telah merilis laporan keuangan tahun 2014. Secara umum, bisnis para konglomerat selama tahun 2014 lebih oke ketimbang tahun 2013, kendati dibayangi kejatuhan harga komoditas, koreksi rupiah dan perlambatan ekonomi domestik.

Keragaman (diversifikasi) bisnis menjadi salah satu kekuatan bisnis grup usaha raksasa. Satu sektor bisnis boleh saja lesu, namun moncernya lini bisnis lain bisa menyumbat kelesuan tersebut.

Grup Lippo milik keluarga Riyadi, misalnya. Hampir seluruh bisnis Lippo tumbuh double digit, utamanya ditopang bisnis ritel dan internet. Bahkan tahun lalu laba PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) naik 108,2% menjadi Rp 2,54 triliun di saat emiten properti lain melambat. LPKR terbantu sokongan pendapatan anak usahanya, PT Siloam International Hospitals Tbk.

Emiten Grup Salim juga berjaya, terutama dari bisnis konsumer di bawah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Setelah laba tahun 2013 menyusut, tahun lalu INDF mencetak pertumbuhan laba bersih 55% year on year (yoy) menjadi Rp 3,89 triliun. Aksi mengerek harga jual produk dan efisiensi menjadi pendorong kinerja.

Vice President Investment Quant Kapital Investama Hans Kwee menilai, pertumbuhan laba emiten Grup Lippo memang di atas perkiraannya. Ekspansi besar Lippo beberapa tahun lalu rupanya mulai menghasilkan.

Analis First Asia Capital, David Sutyanto sepakat. Upaya Lippo menyebar aset ke berbagai sektor, mulai ritel, properti, media, bank dan rumahsakit menyebabkan risiko bisnis mengecil. Lippo juga menyasar sektor defensif. Namun Hans mengingatkan investor agar melihat fundamental bisnisnya. Dia mencontohkan, Lippo menuai pertumbuhan karena berakrobat dengan teknik keuangan, menjual aset. Walhasil, margin laba konglomerasi ini terkerek.

"Pertumbuhan lebih riil di Grup Salim dan Astra. Saya lebih menyukai dua grup itu," ujar Hans, kemarin.

Memang, tahun lalu bisnis Grup Astra merosot. Laba PT Astra International Tbk turun 1,21% (yoy) ke Rp 19,18 triliun. Bisnis andalan Astra, otomotif, melambat. Bisnis lain, seperti alat berat dan perkebunan ikut menekan ASII dan sulit bangkit dalam waktu dekat. Namun Hans melihat, Grup Astra terus memperkuat bisnis infrastruktur sehingga prospek jangka panjang menjanjikan.

Sementara William Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya, menilai, kendati dihadang berbagai hambatan, kelompok usaha Sinarmas masih prospektif, ditopang sektor properti dan finansial. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi mesin uang Sinarmas. Dengan landbank luas, BSDE masih leluasa berekspansi. Grup ini juga memiliki bisnis beragam.

Di perkebunan, bisnis Sinarmas sesuai program pemerintah yang menggenjot energi nabati. Konglomerasi usaha yang masih tertinggal adalah Grup Bakrie. Meski emitennya membukukan laba, defisiensi modal masih terjadi, karena utang bertumpuk. Tahun ini, jelas menjadi tahun menantang bagi grup usaha ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×