kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analis: Pembentukan holding keuangan lebih rumit


Selasa, 21 November 2017 / 21:51 WIB
Analis: Pembentukan holding keuangan lebih rumit


Reporter: Riska Rahman | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah membentuk holding pertambangan, pemerintah kini tengah menggodok rencana pembentukan holding untuk perusahaan-perusahaan pelat merah di sektor keuangan. Sejumlah bank BUMN, ditambah perusahaan sekuritas milik negara, akan tergabung dalam satu induk perusahaan keuangan yang dibentuk oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kementerian BUMN kini telah mengatur strategi untuk menyatukan empat bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) ke dalam satu holding. Rencananya, pembentukan holding ini selesai pada kuartal II-2018.

Penyusunan mengenai holding ini memang belum selesai. Namun, pemerintah sudah mengumumkan bahwa bank-bank tersebut akan dibagi ke beberapa klaster sesuai dengan spesialisasi bisnis. Dengan begitu, setiap bank akan memiliki bisnis unggulannya sendiri dan tidak bersaing dengan bank-bank BUMN lainnya.

BBRI, misalnya, akan dikhususkan untuk melayani bisnis kredit mikro. Sedangkan BBTN akan difokuskan untuk mengurus bisnis kredit perumahan, serta BBNI dan BMRI masing-masing akan bermain di bisnis konsumer dan korporasi. Analis Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, klaster ini bisa jadi sentimen positif maupun negatif bagi emiten bank pelat merah.

"Kalau klaster ini diberlakukan, dampaknya akan cukup signifikan ke pemegang saham publik. Dengan klaster ini, bisnis bank ada yang dipersempit namun ada juga yang diperbesar," terangnya kepada KONTAN, Selasa (21/11).

Ia mengambil contoh BBTN. Segmentasi bisnis kredit perumahan kepada BBTN bisa menjadi sentimen positif buat bank ini sebab mereka bisa semakin memperluas pembiayaan di sektor KPR. Namun, hal ini bisa jadi ancaman juga bagi bank BUMN lain yang juga memiliki bisnis kredit perumahan.

"Apakah nanti bisnis pembiayaan di sektor KPR atau sektor lain yang bukan spesialisasinya akan hilang masih belum jelas. Hal ini membuat holding keuangan ini lebih rumit daripada pembentukan holding BUMN pertambangan," ujar Alfred.

Berkaca pada perubahan status PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Timah Tbk (TINS) yang tak lagi berstatus persero, pembentukan holding keuangan ini pun bisa berdampak negatif kepada keempat saham bank ini. Jika status keempat bank ini berubah dari BUMN menjadi anak usaha BUMN, harga saham bank-bank milik negara ini bisa langsung jeblok lantaran investor buru-buru menjual saham ini.

Untuk menghindari hal ini, Alfred mengimbau pemerintah untuk mematangkan rencana pembentukan holding ini sebelum menyuarakannya ke publik.

"Holding ini kan isinya perusahaan publik yang sensitif terhadap isu kepemilikan dan bisnis. Jika memang ada perubahan di kedua hal tersebut, pemerintah harus menyusunnya secara matang dan tegas sebelum disampaikan ke publik sehingga penurunan saham yang terjadi pada saham PTBA, ANTM, dan TINS tak terulang pada saham bank," papar Alfred.

Adapun diantara saham-saham bank BUMN lainnya, ia melihat saham BBRI masih yang paling menarik. Ia pun merekomendasikan buy untuk saham BBRI dengan target harga di level Rp 3.915 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×